Sunday 11 May 2014

Menyayangi Anak Berarti Menjadi Bumpernya??


Menyayangi Anak Tidak Berarti Menjadi Bumpernya

Adakah orangtua di Lazuardi Cordova ini yang tidak menyayangi anaknya? Saya rasa tidak satupun. Saya percaya semua akan menyayangi anaknya. Tapi bentuk kasih sayang yang seperti apa yang sebaiknya kita ungkapkan pada anak?
Apakah dengan menuruti segala rengekan dan permintaannya? Membantunya menyiapkan buku pelajaran? Atau bahkan, sampai rela mengantarkan buku ataupun tugas sekolah yang tertinggal dirumah demi "melindungi" atau menjadi bumper bagi anak kita ? Tidak salah kok sebagai orangtua selalu ingin melindungi anak. Tapi sampai kapan? Apa kita selalu berada didekat mereka 24 jam? Yakin kah pada setiap kesempatan kita menjadi bumper mereka,mood dan hati kita selalu dalam kondisi baik? Bagaimana saat mood kita drop dan kita tidak berada dengan mereka?
Bunda,ayah..Yuk belajar untuk memberikan kesempatan pada anak anak supaya mereka mampu berpikir dan mengambil keputusan serta menanggung segala resiko dari keputusan tersebut. Tentunya tidak mudah,semua membutuhkan proses dan konsistensi dari kita, sebagai orangtuanya.
Apakah tidak terpikirkan oleh kita jika kita sebagai orangtua selalu menjadi pelindung dan berlaku bak kusir delman? Ingin memiliki anak penurut ? Wow ngeri..Anak penurut akan menurut pada apapun yang dikatakan orang arau teman, dan apa kita yakin semua yang ia turuti adalah hal baik? Dan jika anak kita perlakukan sebagai delman -kita sebagai kusirnya- ,suatu saat mereka taat hanya jika ada kita.Sebagai contoh banyak pengendara mobil memakai safety belt "hanya karena" takut ditilang,bukan karena kesadaran diri atas keselamatan mereka, menyedihkan bukan.
Jadi,masihkah kita ingin selalu menjadi pelindung bagi anak anak kita? Memberikan kesempatan mereka belajar berpikir dan mengambil keputusan tentunya tidak mudah karena dalam proses belajarnya,mereka akan menemui kesulitan berupa kekecewaan ataupun hal lain yang tidak menyenangkan,tapi itulah proses belajar...Selamat belajar untuk kita semua. 
 
By Yudith Kusumowardani @udith_raya 
http://www.lazuardicordova.com/web/articles/view/9/#.U3BOOXbIllo

Belajar Demi Anak

"Kak kamu tadi di sekolah belajar apa, ada PR apa ? Gimana nilai ulangan kamu? Tadi nakal gak?" ,Dan sederet pertanyaan lain yang seringkali terlontar saat anak pulang sekolah. Lelah, panas,lapar atau bahkan stress bisa saja dialami anak anak.
Bunda, Ayah...Tidak bisakah kita berempati sedikit merasakan apa yang mereka rasakan dari sekolah. Mungkin saja sicantik dan si tampan yang ada dihadpan kita sedang sedih karena tak kebagian bermain ayunan atau kecewa karena dapat teguran dari guru...coba peluklah dia.  Bunda, Ayah...dia sedang butuh kenyamanan,bukan pertanyaan ala penyidik KPK dari kita orangtuanya. Biasakan untuk menamai perasaannya..."Kakak cape ya nak? Atau kakak laper ya kena macet lama"...Setelah itu beri waktu untuk sendiri barang 20 menit sebelum akhirnya mengganti pakaian dan membersihkan badannya. 
Bunda, Ayah...kalau biasanya pelajaran yang selalu kita tanyakan,cobalah sesekali tanyakan juga perasaannya...Ajak bicara dari hati ke hati, tanyakan apa yang ia inginkan dari kita sebagai orangtuanya .Berkomunikasilah dengan empati dan kasih sayang, apalagi jika dalam suasana nyaman dan santai.  
Beberapa waktu lalu,tepatnya malam Minggu, saya bilang pada suami dan anak-anak (Rashya,Malya) ,"Malam ini kita gak usah kemana-mana ya. Kita ngobrol ber 4 aja tanpa TV dan gadget, mau gak?" Mereka setuju. Lalu dengan sigap, suami saya mengambil alat tulis dan membuat semacam permainan sederhana,"Bapak punya akal, gini, masing masing dari kita wajib menyebutkan 1 hal positif dan negatif dari selain diri kita". Permainan dimulai..masing-masing hening dan menulis sifat-sifat tadi. Voila,... ternyata anak-anak sangat peka terhadap orangtuanya. Dan akhirnya, masing-masing dari kita berjanji dan berusaha untuk merubah segala hal negatif itu demi kebaikan bersama. Dalam hal ini, saya sebagai orangtua juga harus berani mengakui kesalahan2 yang pernah dilakukan.Toh meminta maaf kepada anak tidak akan menjadikan kita sebagai pecundang.
Hal yang sering saya katakan pada Rashya dan Malya adalah "Nak,bunda dan bapak sebagai orangtua kalian juga belum tentu lebih pintar dan tahu segalanya dibanding kalian. Bahkan, tidak melulu kami benar atas semua sikap kami terhadap kalian.Justru kami banyak belajar dari kalian" Dalam keluarga kami,sangat lazim terlihat saya atau suami bertanya sesuatu kepada Rashya atau bahkan Malya.
Menjadi orangtua ,bagi kami tidak melulu hanya memerintah pada anak anak untuk belajar. Tapi, seringkali kami terdesak untuk belajar lebih banyak lagi demi menjadi orangtua yang lebih baik. Terimakasih nak sudah menjadi guru kehidupan bagi kami, anakku...:)
Maret 2014.

By Yudith Kusumowardani @udith_raya
Sumber: http://www.lazuardicordova.com/web/articles/view/8/#.U3BOOXbIllo 

Wednesday 26 February 2014

LAZCOR FAIR 2014


Thursday 20 February 2014

GUNDALazCor " Komunitas Pecinta Alam "

Salam, dear Lazers,
Alhamdulillah komunitas Gundala Lazcor telah sukses mengawali kegiatan eksternalnya di Pantai Carita Banten.  Kegiatan tersebut berlangsung selama 2 (dua) hari (Sabtu-Minggu) di bulan Januari 2014 yang lalu. Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak/Ibu yang telah mempercayai dan mensupport kami untuk mengikutsertakan ananda di kegiatan “Komunitas Gundala Lazcor” ini. Kita berharap semoga kedepan ananda semakin meningkat kedisiplinannya, kemandirian, kerjasama tim, dan kepedulian terhadap sesama dan lingkungannya.
Sebagai informasi,  Komunitas Gundala Lazcor akan melaksanakan agenda/kegiatan rutin berikutnya, bertema ’Lingkungan Alam 2” yang pusat kegiatannya difokuskan di daerah pegunungan (Gunung Salak dan sekitarnya). Yang bertujuan untuk menyempurnakan kemampuan dasar ketahanan fisik yang sudah dimiliki ananda, peningkatan adaptasi iklim dan lingkungan yang berbeda, serta meningkatkan kepekaan ananda, kepedulian terhadap lingkungan dan sesama. Kegiatan tersebut in sya Allah akan dilaksanakan pada :
Hari Sabtu - Minggu, 29 – 30 Maret 2014
di Gunung Salak dan sekitarnya, Desa Pamijahan Bogor, Jawa Barat
Waktu berangkat hari sabtu pukul 06.30 – Pulang pukul 20.00 WIB
Detail acara menyusul.
Beberapa hal yang ananda harus perhatikan dan persiapkan diantaranya :
  • Obat-obatan pribadi
  • Pakaian ganti lengkap (bukan Jeans)
  • Perlengkapan makan dan minum (piring, gelas, sendok)
  • Perlengkapan mandi
  • Tali Pramuka warna putih
  • Perlengkapan tidur (selimut, Sleeping Bag, sweater)
  • Jas hujan
  • Snack ringan
  • Uang iuran anggota untuk kegiatan bulan Maret 2014 sebesar Rp. 300.000,- (untuk keperluan Konsumsi (Makan & Snack), beli kebutuhan barang komunitas, transportasi, Sewa lokasi, Beli tenda, obat-obatan umum, dll. Iuran anggota bisa berubah-ubah disesuaikan dengan tempat pelaksanaan kegiatan)
  • Emergency Lamp/Senter
  • Tidak diperkenankan membawa dan memakai perhiasan dan HP
Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.
Wassalam,
PJ GUNDALA
Mr. Hadi Saputra
Contact Person : Mr. Hadi : 081282751800, Mr. Niswan 081296287319
NB : Kuota peserta max. 30 orang.

Tuesday 11 February 2014

Antara IQ, EQ dan SQ

Pada tahun 80-an, seorang ahli psikologi dari Harvard, Daniel Goleman, memperkenalkan sejenis ukuran kecerdasan lain yang di sebut kecerdasan emosional (Emotional Quotient atau di singkat denganEQ).
EQ mencakup 2 hal, Pertama, kemampuan mengolah emosi sedemikian, sehingga sebaliknya dari bersifat destruktif ia justru mendukung munculnya sikap-sikap positif seseorang dalam menghadapi situasi seperti apa pun juga.
Kedua, kemampuan untuk memahami emosi orang lain- dengan kata lain, kemampuan berempati- sedemikian, sehingga kita mampu bersikap sesuai dengan yang diharapkan oleh orang tersebut.
Penelitiannya, dan banyak penelitian lain yang ilakukan setelah itu, menunjukkan bahwa orang-orang sukses umumnya bukanlah orang yang semata-mata memilki IQ tinggi, melainkan justru EQ yang tinggi. Kenapa? Karena orang-orang yang ber-EQ tinggi, disamping selalu bisa mengendalikan emosinya sedemikian, sehingga seluruh sikap dan responnya terkendali dan terencana, juga mampu menarik simpati orang lain sehingga mereka pun mendukungnya.
Menurut Goleman, EQ adalah prasyarat dasar untuk menggunakan IQ secara efektif. Dengan kata lain, EQ mengarah pada IQ. Kabar baiknya, tak seperti IQ yang umumnya dianggap tak bisa ditingkatkan alias sudah merupakan bawaan lahir, EQ diyakini bisa dilatih dan ditingkatkan terus menerus.
Para ahli saat ini terus meneliti dan mencari kiat-kiat peningkatan EQ ini. Kiat tersebut menyangkut kemampuan kita untuk: mengonfrontasikan emosi-emosi kita —dan bukan lari dari padanya—mengenalinya, berdialog dengannya, dan akhirnya- bukan hanya berdamai, melainkan mengendalikannya agar tidak destruktif dan justru menjadi positif.
Belakangan diperkenalkan lagi jenis lain ukuran kcerdasan, yakni Spiritual Quotient (SQ). Pengembangan teori SQ dirintis oleh suami-isteri Danah Zohar dan Ian Marshal. Jika EQ mengajar kita bersikap dalam setiap situasi emosional, SQ memberi makna bagi segenap tindakan-tindakan kita.
Dengan kata lain, EQ terkait dengan perasaaan- bersifat lebih praktis(know how), sedangkan SQ terkait dengan sikap-sikap reflektif(know why)
SQ terkait dengan adanya kebutuhan manusia untuk merasa tentram karena merasa memahami makna dan hakikat hidup, yakni dengan mengetahui ke arah mana hidupnya menuju dan merasa memiliki “teman” yang bisa diandalkan dalam segenap pancaroba kehidupan. “Teman” yang dimaksud di sini barangkali adalah, seperti yang, sejak lebih seabad lalu,disebut oleh William James, “Sang Sahabat Agung” (The Great Socius), yakni Tuhan.
Zohar dan Marshall mengklaim bahwa SQ merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Dengan kata lain, SQ-lah yang mengarahkan IQ dan EQ. Dalam khazanah keagamaan, SQ terkait erat dengan pendidikan jiwa atau pembersihan hati melalui berbagai latihan/disiplin spiritual yang, pada gilirannya, akan melahirkan akhlak yang mulia.